Ini Yang Harus Dilakukan Ketika anak 'tertular' berbicara kasar
Bagaimana perasaan Anda jika
tiba-tiba mendengar anak sedang mengobrol dengan temannya, tiba-tiba saling
bersahutan kata-kata kasar. Meski keduanya saling tertawa, tidak sedang
bertengkar, dalam hati Anda biasanya terbersit perasaan-perasaan menyalahkan
temannya, atau lingkungan di sekitar mereka. Bahkan performa guru-guru di
sekolah dan berbagai hal eksternal lainnya.
Padahal, menurut Maesera Idul
Adha, Psi., psikolog dari RS Fatmawati Jakarta, kebiasaan anak berbicara kasar
umumnya dimulai saat mereka masih balita. Nah, jika pada usia balita kebiasaan
berbicara kasar tak diatasi, maka kata-kata kotor tersebut akan terus melekat
di diri anak hingga mereka berusia sekolah.
Dan, ia menambahkan, beberapa
anak senang berkata kasar bukan karena faktor lingkungan tempat mereka bermain,
tapi justru datang dari keluarganya sendiri. Tidak jarang lho, seorang anak
memiliki orangtua yang juga hobi bicara kasar, bahkan saat di depan anaknya.
Jadi, menurutnya, orangtua lah pihak pertama yang harus melakukan introspeksi
diri sebelum menyalahkan pihak lain.
Meski tak bisa ditepis juga bahwa
ada faktor lain yang bisa memengaruhi anak berbicara kasar. Misalnya, tayangan
yang mereka lihat di televisi. Atau temannya yang menonton tayangan tak
berkualitas dengan kata-kata kasar dan contoh perbuatan buruk yang berhamburan,
kemudian menirunya di sekolah saat sedang bermain dengan anak Anda.
Di sinilah pentingnya Anda
membentengi putra putri dengan landasan agama juga etika. Anak kalau sudah Anda
biasakan, dengan sendirinya akan memilih teman mana yang dia rasa punya
perilaku yang baik. Namun demikian, membatasi tayangan yang boleh ditonton pun
penting untuk dilakukan sejak dini, ya kan?
Psikolog anak, Nadya Pramudita,
mengatakan bahwa dalam kehidupan anak, melalui pendidikan orangtua menanamkan
nilai-nilai yang diharapkan juga menjadi nilai-nilai si anak pada saat anaknya
dewasa nanti. Terkadang nilai yang diajarkan berbeda dengan nilai yang ada di
lingkungan pergaulan anak.
Wajar orangtua menginginkan
anaknya memiliki pergaulan yang baik dan benar, menurut kacamata si orangtua
(yang sesuai dengan nilai yang hendak ditanamkan). Dan untuk itu terkadang juga
perlu menjauhkan anak dari lingkungan pergaulan tertentu yang dinilai membawa
pengaruh tidak atau kurang baik, ujarnya menjelaskan. Bagaimana cara terbaik membatasi
pergaulan anak?
Ia menyarankan, agar memengaruhi
anak untuk menilai sendiri bahwa teman tersebut perilakunya kurang baik,
melalui diskusi atau contoh-contoh. Berikan kesempatan pada anak untuk mencerna
dan mengambil sikapnya sendiri. Nadya mengingatkan, sebisa mungkin pengaruhi
anak melalui diskusi, jadi bukan melarang secara frontal. Anak cenderung
memiliki resistansi jika dilarang secara frontal dan mungkin akan membangkang
atau bahkan bisa terjadi 'bermusuhan' dengan orangtua. Pada awalnya, kata dia,
tentu saja anak perlu paham apa yang sebenarnya tidak disukai oleh orangtua.
Sementara, menurut psikolog Anna
Surti Ariani, MPsi, yang biasa dipanggil Nina, masalah lingkungan yang
berbicara kasar memang menjadi salah satu hal yang membingungkan orangtua. Hal
ini karena masalah tersebut dianggap sulit diawasi oleh orangtua secara
langsung."Kata kasar itu sebenarnya sangat bergantung pada konteks budaya
dan pada siapa kita bicara. Di budaya Betawi misalnya, banyak bahasa yang
terdengar kasar, padahal budayanya memang demikian," ungkap Nina.
Untuk masalah ini, Nina
menganjurkan orangtua untuk menjelaskan pada anak bahwa memang ada kata-kata
pada konteks tertentu, yang sebaiknya tidak diucapkan. "Yang bisa
membedakan dan menilai adalah anak-anak dengan usia besar, tapi untuk anak yang
usianya lebih kecil, cukup kenalkan dan arahkan anak pada kata-kata
sopan," terangnya.
Jika anak sudah terlanjur
mengenal dan mengucapkan kata kasar, Nina menyebutkan orangtua bisa menggunakan
'trik pengabaian'. Trik ini dilakukan dengan orangtua berpura-pura tidak
mendengar apa yang diucapkan anak, ketika ia mengucapkan kata-kata kasar.
Bila orangtua justru memarahi
anak dan memberikan perhatian negatif pada kata kasar tersebut, anak justru
akan terus mengingat kata tersebut dan penasaran untuk mengatakannya lagi.
"Ini bagian dari pendidikan sopan santun, bagaimana cara berbicara sesuai
konteks," lanjutnya.
Ingatkan juga seluruh anggota
keluarga untuk melakukan hal serupa. Sering terjadi, saat anak berbicara
kata-kata kasar, keluarga malah tertawa dan menganggap hal tersebut lucu karena
diucapkan oleh anak kecil. Respons dari keluarga ini akan membuat anak salah
paham dan menganggap yang dikatakannya adalah hal baik yang menyenangkan
keluarganya. Iya, cuekin saja.
Like dan Bagikan Informasi Yang Bermanfaat Ini Kepada Orang yg Anda Sayang.
sumber : keluarga.com
Comments
Post a Comment