Waspada!!....Ini Hukum Oral Seks dan posisi 69 dalam Islam. Bikin Merindiing!
Waspada!!....Hukum Oral Seks dan posisi 69 dalam Islam |
Hubungan seksual antara pasangan suami istri bukanlah hal
yang terlarang untuk dibicarakan didalam Islam. Namun, bukan pula hal yang
dibebaskan sedemikian rupa bak layaknya seekor hewan yang berhubungan dengan
sesamanya.
Hubungan seks yang baik dan benar, yang tidak melanggar
syariat selain merupakan puncak keharmonisan suami istri serta penguat perasaan
cinta dan kasih sayang diantara mereka berdua maka ia juga termasuk suatu
ibadah disisi Allah swt, sebagaimana sabda Rasulullah saw,
”..dan
bersetubuh dengan istri juga sedekah. Mereka bertanya,’Wahai Rasulullah, apakah
jika diantara kami menyalurkan hasrat biologisnya (bersetubuh) juga mendapat
pahala?’ Beliau menjawab,’Bukankah jika ia menyalurkan pada yang haram itu
berdosa?, maka demikian pula apabila ia menyalurkan pada yang halal, maka ia
juga akan mendapatkan pahala.” (HR. Muslim)
Islam memandang seks sebagai sesuatu yang moderat
sebagaimana karakteristik dari islam itu sendiri. Ia tidaklah dilepas begitu
saja sehingga manusia bisa berbuat sebebas-bebasnya dan juga tidak diperketat
sedemikian rupa sehingga menjadi suatu pekerjaan yang membosankan.
Pertanyaan tentang Jima’ dengan cara oral seks selalu
menjadi primadona selama ini. Apakah tabu atau tidak. Tahukah Anda bahwa dalam
Islam sebelum melakukan hubungan seks, kita dianjurkan untuk melakukan foreplay
(mula’abah) atau permainan pendahuluan?
Ini dianjurkan agar hubungan seksual yang dilakukan tidak
menyerupai hubungan seksual yang dilakukan oleh binatang. Tanpa pemanasan.
Sehingga diharapkan tidak ada pihak yang tersakiti. Dan sangat diharapkan kedua
belah pihak untuk bisa menikmatinya. Salah satu bentuk foreplay dalam
pengetahuan seksualitas modern yaitu tadi oral seks, atau mencium farj(kemaluan)
pasangan baik istri kepada suaminya ataupun sebaliknya. Dan lebih ‘ekstrim’
lagi yaitu dengan oral seks dengan posisi 69.
Lalu bagaimana kita menyikapi hal tersebut?
Para ulama berbeda pendapat dalam menyikapi masalah tersebut
(oral seks). Ada yang membolehkan, namun ada yang memakruhkan dan condong untuk
melarangnya.
1. Dibolehkan dengan
syarat
Dibolehkan karena pada dasarnya segala sesuatu itu boleh
(mubah) kecuali ada dalil yang melarangnya. Dan memang hal ini tidak bisa
dihukumi sebagai perbuatan yang haram, karena tidak adanya dalil yang eksplisit
yang mengharamkannya.
Seperti halnya jimak (bersetubuh) hingga orgasme dibolehkan
karena itu adalah puncak kenikmatan, maka dibolehkan pula kenikmatan-kenikmatan
yang didapat (meski tidak mencapai orgasme) yaitu cumbu rayu, berpelukan,
mencium hingga oral yang membuat suami-istri saling menikmati.
Allah Berfirman dalam Al Quran:
”Isteri-isterimu
adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, Maka datangilah tanah tempat
bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. dan kerjakanlah (amal yang
baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu
kelak akan menemui-Nya. dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.”
(QS. Al Baqoroh : 223)
Namun apabila oral seks ternyata telah terbukti membawa
dampak bahaya bagi pasangan, seperti contoh oral seks yang mengakibatkan
pasangan sakit atau tertimpa bahaya (mungkin karena kotor karena adanya najis
atau adanya cairan yang berbau keluar dari farj) maka hal tersebut masuk pada
kategori larangan dan tidak boleh dilakukan.
2. Makruh dan condong
pada larangan.
Yang berpendapat tentang larangan oral seks dan termasuk
didalam kategori tersebut adalah posisi 69 (maaf, posisi dimana pasangan saling
berhadapan namun berlawanan arah kepala) karena hal tersebut menyalahi kodrat
dan fitrah manusia sebagai hamba yang diberi akal fikiran yang lebih tinggi
derajatnya dari binatang. Sebab manusia diberi lisan untuk membaca al Quran dan
bertutur kata yang baik, maka tidak tepat jika digunakan untuk mencium
‘sesuatu’ yang bisa mengeluarkan najis (kencing, haid, madzi dst)
Tentu kita tidak akan pernah menemukan sepasang hewan yang
melakukan hal tersebut, namun ternyata manusia banyak yang melakukan bahkan
gemar dan menjadi cara yang populer dikalangan masyarakat saat ini.
Hal tersebut bisa terjadi karena pengaruh kehidupan
masyarakat barat. Masyarakat Barat adalah masyarakat liberal (serba bebas)
termasuk dalam urusan seksual. Tujuan akhir yang mereka cari hanyalah kepuasan,
dalam hal ini orgasme. Jika pemanasan dalam Islam adalah agar farj istri siap
dimasuki farj suami, maka Barat tidak mengharuskan jalan ini. Jika dengan
dimasukkan dubur wanita/ pria atau mulut wanita/ pria bisa tercapai kepuasan,
maka hal itu akan dilakukan. Itulah sebabnya kenapa posisi 69 menjadi pilihan
masyarakat barat, khususnya kaum gay dan lesbian.
Jika dalam kehidupan sehari-hari saja kita dilarang untuk
bersikap tasyabuh (ikut-ikutan), maka apalagi dalam masalah jimak yang mana
didalamnya islam menjunjung tinggi fitrah manusia yang diberi akal fikiran,
tentu dilarang pula untuk bertasyabuh dengan mereka.Wallahua’lam
Kesimpulan:
Cara seks dengan oral dan juga termasuk didalamnya posisi 69
pada hakikatnya adalah boleh. Namun meskipun hal itu mubah, tetapi lebih afdhol
dan lebih baiknya ditinggalkan.
Pada dasarnya sepasang suami-istri boleh bersenang-senang
dengan saling menikmati seluruh badan antara satu sama lainnya kecuali jika ada
dalil yang melarangnya. Akan tetapi perbuatan tersebut tidak disukai (makruh)
karena masih ada cara lain yang lebih baik dan menyenangkan.
Di lain sisi jika seks oral membawa dampak bahaya bagi
pasangan dalam hal ini penyakit, maka sudah seharusnya dijauhi karena mengingat Rasul shallallahu
'alaihi wa sallam pernah bersabda:
لا ضَرَرَ ولا ضِرارَ
"Tidak boleh memulai memberi
dampak buruk (mudhorot) pada orang lain, begitu pula membalasnya." (HR.
Ibnu Majah no. 2340, Ad Daruquthni 3: 77, Al Baihaqi 6: 69, Al Hakim 2: 66.
Kata Syaikh Al Albani hadits ini shahih)
Comments
Post a Comment